Liburan panjang anak-anak sekolah hampir tiba. Ini waktunya bersenang-senang dan bersantai setelah satu semester dilewati dengan giat belajar. Tapi jangan lengah, ada ancaman kesehatan yang haru diwaspadai saat liburan.
"Datangnya pasien diabetes melitus anak-anak berdasarkan pengamatan saya, lebih sering pada saat liburan sekolah. Puncaknya adalah bulan Januari dan Juni. Sepanjang Juni ini saja saya sudah menemukan tiga kasus baru," kata dr Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), spesialis endokrin anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dalam acara paparan media tentang pentingnya susu tanpa gula tambahan di Jakarta.
Mengapa ini bisa terjadi? Menurut Aman, selama liburan, aktivitas fisik anak-anak justru berkurang, sedangkan aktivitas makan dengan berwisata kuliner sering jadi pilihan keluarga. "Coba saja kita pergi ke mal-mal. Saat liburan, hampir semua pusat jajanan penuh," kata dia.
Padahal berbagai jajanan, seperti makanan cepat saji, yang umumnya jadi idola anak-anak, biasanya kadar gula dan garamnya sangat tinggi. "Saat dikonsumsi, makanan dan minuman manis langsung diserap cepat oleh pembuluh darah, meningkatkan kadar hormon insulin. Hormon insulin ini akan menarik gula dan lemah dari darah untuk disimpan di jaringan sebagai persediaan. Jika tak seimbang dengan pengeluaran, dalam hal ini aktivitas fisik anak, akan menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas," ujar Aman.
Penelitian terbaru yang dilakukan Medical Research Unit FKUI terhadap 100 anak berusia 3-6 tahun di tiga taman kanak-kanak negeri dan satu sekolah pendidikan anak usia dini di Jakarta pada Maret-April 2011 menemukan hal yang lumayan mengagetkan.
"Meski tidak ditemukan anak yang mengalami gizi buruk, justru ditemukan 7,7 persen mengalami gizi lebih," kata Dr dr Rini Sekartini, SpA(K), ahli anak dari RSCM dan FKUI, yang meneliti masalah ini. Berdasarkan penelitiannya tersebut, penyebab kegemukan paling utama adalah banyaknya asupan gula tambahan pada makanan anak yang sebagian besar berasal dari konsumsi susu.
Secara nasional, peningkatan jumlah anak Indonesia yang mengalami obesitas memang meningkat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi obesitas anak berusia di bawah 5 tahun sebesar 12,2 persen. Pada riset tersebut, angka ini meningkat menjadi 14 persen. Persentase obesitas anak paling besar adalah di Jakarta sebesar 19,6 persen.
Lalu, bagaimana cara mencegah anak dari kenaikan berat badan dan risiko obesitas tanpa mengurangi kegembiraan masa liburan? Berikut ini caranya.
1. Cukupi juga kebutuhan kalori sesuai dengan umur anak dan anggota keluarga lain dengan prinsip diet seimbang. Masukkan cukup sayur, buah, dan air putih dalam pilihan menu saat menikmati wisata kuliner bersama keluarga.
2. Betapa nikmatnya segelas minuman dingin yang manis saat liburan ketika udara panas. Tapi hati-hati, batasi asupan minuman manis dengan cukup satu porsi dalam sehari. Dorong anak agar lebih banyak minum air putih.
3. Liburan bukan alasan mengendurkan disiplin soal menonton televisi. Biasakan keluarga makan dengan cara yang sehat, yaitu duduk bersama di meja makan, bukan berkumpul di depan layar televisi.
4. Ajari anak selalu makan hanya ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang. Ajari mereka juga menikmati setiap suapan.
5. Untuk anak-anak yang masih kecil, jika mereka rewel, jangan pernah membujuk agar tenang dengan makanan. Demikian juga ketika mereka meraih suatu prestasi, jangan jadikan makanan sebagai hadiah. Beri bentuk hadiah lain yang bermanfaat, seperti buku atau mainan yang mendidik.
6. Batasi konsumsi makanan cepat saji atau makanan sampah. Selain itu, beri tahu anak mengapa makanan cepat saji dan makanan sampah tak baik untuk kesehatan agar kendali mereka terhadap makanan jenis ini berasal dari kesadaran, bukan sekadar perintah.
7. Kurangi waktu menonton televisi. Batasi waktu anak bermain video games. Gantikan waktu luang selama liburan dengan kegiatan yang lebih aktif untuk fisik, seperti jalan-jalan, berenang, berkebun, membersihkan rumah, main bola, bersepeda, dan menari.
"Datangnya pasien diabetes melitus anak-anak berdasarkan pengamatan saya, lebih sering pada saat liburan sekolah. Puncaknya adalah bulan Januari dan Juni. Sepanjang Juni ini saja saya sudah menemukan tiga kasus baru," kata dr Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), spesialis endokrin anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dalam acara paparan media tentang pentingnya susu tanpa gula tambahan di Jakarta.
Mengapa ini bisa terjadi? Menurut Aman, selama liburan, aktivitas fisik anak-anak justru berkurang, sedangkan aktivitas makan dengan berwisata kuliner sering jadi pilihan keluarga. "Coba saja kita pergi ke mal-mal. Saat liburan, hampir semua pusat jajanan penuh," kata dia.
Padahal berbagai jajanan, seperti makanan cepat saji, yang umumnya jadi idola anak-anak, biasanya kadar gula dan garamnya sangat tinggi. "Saat dikonsumsi, makanan dan minuman manis langsung diserap cepat oleh pembuluh darah, meningkatkan kadar hormon insulin. Hormon insulin ini akan menarik gula dan lemah dari darah untuk disimpan di jaringan sebagai persediaan. Jika tak seimbang dengan pengeluaran, dalam hal ini aktivitas fisik anak, akan menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas," ujar Aman.
Penelitian terbaru yang dilakukan Medical Research Unit FKUI terhadap 100 anak berusia 3-6 tahun di tiga taman kanak-kanak negeri dan satu sekolah pendidikan anak usia dini di Jakarta pada Maret-April 2011 menemukan hal yang lumayan mengagetkan.
"Meski tidak ditemukan anak yang mengalami gizi buruk, justru ditemukan 7,7 persen mengalami gizi lebih," kata Dr dr Rini Sekartini, SpA(K), ahli anak dari RSCM dan FKUI, yang meneliti masalah ini. Berdasarkan penelitiannya tersebut, penyebab kegemukan paling utama adalah banyaknya asupan gula tambahan pada makanan anak yang sebagian besar berasal dari konsumsi susu.
Secara nasional, peningkatan jumlah anak Indonesia yang mengalami obesitas memang meningkat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi obesitas anak berusia di bawah 5 tahun sebesar 12,2 persen. Pada riset tersebut, angka ini meningkat menjadi 14 persen. Persentase obesitas anak paling besar adalah di Jakarta sebesar 19,6 persen.
Lalu, bagaimana cara mencegah anak dari kenaikan berat badan dan risiko obesitas tanpa mengurangi kegembiraan masa liburan? Berikut ini caranya.
1. Cukupi juga kebutuhan kalori sesuai dengan umur anak dan anggota keluarga lain dengan prinsip diet seimbang. Masukkan cukup sayur, buah, dan air putih dalam pilihan menu saat menikmati wisata kuliner bersama keluarga.
2. Betapa nikmatnya segelas minuman dingin yang manis saat liburan ketika udara panas. Tapi hati-hati, batasi asupan minuman manis dengan cukup satu porsi dalam sehari. Dorong anak agar lebih banyak minum air putih.
3. Liburan bukan alasan mengendurkan disiplin soal menonton televisi. Biasakan keluarga makan dengan cara yang sehat, yaitu duduk bersama di meja makan, bukan berkumpul di depan layar televisi.
4. Ajari anak selalu makan hanya ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang. Ajari mereka juga menikmati setiap suapan.
5. Untuk anak-anak yang masih kecil, jika mereka rewel, jangan pernah membujuk agar tenang dengan makanan. Demikian juga ketika mereka meraih suatu prestasi, jangan jadikan makanan sebagai hadiah. Beri bentuk hadiah lain yang bermanfaat, seperti buku atau mainan yang mendidik.
6. Batasi konsumsi makanan cepat saji atau makanan sampah. Selain itu, beri tahu anak mengapa makanan cepat saji dan makanan sampah tak baik untuk kesehatan agar kendali mereka terhadap makanan jenis ini berasal dari kesadaran, bukan sekadar perintah.
7. Kurangi waktu menonton televisi. Batasi waktu anak bermain video games. Gantikan waktu luang selama liburan dengan kegiatan yang lebih aktif untuk fisik, seperti jalan-jalan, berenang, berkebun, membersihkan rumah, main bola, bersepeda, dan menari.
*Dikutip dari tempointeraktif.com
0 comments:
Posting Komentar